Manajemen risiko rumah sakit
Mengingat pentingnya keselamatan dan kesehatan pelayanan rumah sakit, pemerintah menetapkan bahwa rumah sakit harus menerapkan manajemen risiko sebagaimana yang disebutkan dalam UU No 44 tahun 2009 Pasal 23 j dan ditetapkan dalam Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS).
UU No 44 tahun 2009 Pasal 23 j, menyebutkan bahwa
j. mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;”
Ketua Eksekutif Komisi Akreditasi Rumah Sakit, DR.Dr.Sutoto, M.Kes, mengatakan bahwa :
- Standar dalam akreditasi RS sebagian besar adalah manajemen risiko
- Standar yang tidak atau belum diimplementasikan oleh RS, RS terancam risiko yang terkait dengan standar yang belum dipenuhinya tersebut, dikarenakan UU RS sudah mengamanatkan bahwa pasien berhak menggugat dan atau menuntut RS bila RS diduga melakukan pelayanan yang tidak sesuai standar baik secara perdata maupun secara pidana
Dari penjelasan diatas menunjukkan bahwa pelaksanaan manajemen risiko wajib dilaksanakan oleh seluruh rumah sakit.
Penerapan manajemen risiko selain mengelola keselamatan pasien, rumah sakit juga harus menjamin keselamatan dan kesehatan karyawan, vendor, pengunjung, bahkan masyarakat sekitar lingkungan rumah sakit. Selain itu juga mengelola kesehatan keuangan, keamanan, serta pengelolaan aset seperti mesin, peralatan medis, bangunan dan semua fasilitas rumah sakit. Umumnya program manajemen risiko dibagi dua berdasarkan potensi bahaya dalam pelayanan medis dan potensi bahaya non medis.
Pengelolaan manajemen risiko pada proses pelayanan medis berhubungan dengan keselamatan pasien terkait dengan asuhan pasien, pedoman klinik, praktik kedokteran, serta berbagai literatur ilmiah dan regulasi yang sesuai dengan perkembangan pelayanan ilmu kedokteran. Manajemen risiko dalam proses pelayanan medis ini biasanya dikelola oleh Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP).
Sedangkan pengelolaan manajemen resiko berdasarkan potensi bahaya non medis meliputi keselamatan secara umum, baik pasien, petugas rumah sakit, pengunjung, vendor serta masyarakat sekitar lingkungan rumah sakit. Manajemen risiko ini juga meliputi, bahaya potensial dari fasilitas dan lingkungan. Pengelolaan manajemen risiko ini, lebih berfokus pada keselamatan umum yang tidak terkait proses pelayanan medis dan asuhan pasien. Penanggung jawab pada manajemen risiko ini, biasanya adalah Tim Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS).
Meskipun dibedakan, proses manajemen risiko pada kedua kelompok bahaya tersebut (medis dan non medis) menggunakan metode yang sama sesuai framework manajemen risiko yang diadopsi oleh rumah sakit, baik mulai dari proses penetapan kontek, identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko, mitigasi serta pemantauan dan penelaahan.
Namun mungkin dalam proses pengukuran risiko ada kemungkinan menggunakan konsep pengukuran yang berbeda, mengingat tidak semua risiko dapat dikuantitatifkan dan memiliki parameter yang berbeda.
Proses manajemen risiko di rumah sakit juga perlu dimonitor, mengingat kondisi yang ada dilapangan sangat dinamis, tidak sama disetiap waktu. Sehingga dengan kegiatan monitoring risiko tersebut, manajemen rumah sakit dapat segera mendeteksi kemungkinan adanya gejala awal munculnya kejadian berbahaya baik dari sisi medis maupun non medis. Dengan mengetahui gejala awal tersebut diharapkan dapat mencegah risiko tersebut terjadi.